Sabtu, 15 Januari 2011

Cita-cita Maria

Maria sangat mendambakan hidup bahagia, sebelum Maria harus meninggalkan dunia. Maria sangat menginginkan menjadi seorang "samana", hidup di jalan Tuhan, dalam keadaan sehat, dicintai semua orang dilingkungan yang baru, juga mendapat kebutuhan materi yang cukup, yang mana buat seorang samana memang tidak memerlukan macam-macam dalam hidup.
Bukan Maria pesimis, sebagai manusia adakalanya sehat dan adakalanya sakit, andai Maria sebagai samana kemudian sakit, tanpa adanya kecukupan materi, artinya Maria tidak bisa berobat, atau mendadak ada kedukaan dalam keluarganya. Maria merasa ingin hadir juga diantara mereka, mendoakan yang mau pergi "berpulang" atau berdoa agar mereka hidup sehat dan bahagia kembali, diantara mereka. Jadi itulah yang Maria maksud kecukupan materi.

Sekarang pun Maria sangat berkecukupan materi, bila sakit ya berobat, bila ingin jenguk keluarga, sakit, meninggal atau pernikahan bisa jalan kesana. Walaupun Maria hidup berkecukupan hati Maria tak pernah merasa tenang dan nyaman. Selain cita-cita Maria tidak atau belum kesampaian, Maria selalu harus mengorbankan perasaan karena keadaan Rumah tangganya kurang harmonis.

Bukan sekali dua kali Maria harus mengorbankan perasaannya, yang orang bilang, hidup makan hati, bagaimana bisa bahagia. Begitulah hidup Maria antara kebahagiaan dan penderitaan, tidak seimbang, banyak menderita bathin daripada bahagianya.

Maria selalu merayu hatinya untuk menerima onak kehidupan ini dengan hati lapang, entah karena Maria masih manusia biasa atau karena Maria merasa tidak bisa "legowo" hal-hal ini sering membuat Maria terpuruk dalam tangis.

Maria berusaha, untuk selalu mempunyai hati samana, walaupun Maria tidak menjadi samana dalam biara, hidup penuh hati-hati, dan waspada, untuk tidak mencari kesenangan dalam hal materi atau mengumbar nafsu, yang sebenarnya dapat Maria kerjakan kapan saja. Sebagai pelampiasan hati yang tertekan dan gundah ini. Semua balas dendam tidak Maria lakukan karena Maria tidak ingin sedikitpun kwalitas dirinya menurun. Syukur-syukur Maria dapat bersikap bijaksana dalam menghabiskan waktu hidupnya. Yang Maria tahu hal ini sangat sulit untuk dilaksanakan, tapi tetap saja, Maria berusaha untuk menjalankannya.

Sebagai manusia kita tidak bisa melihat kedalam diri kita sendiri sacara objektif, walaupun begitu bila kita berusaha menjaga tingkah laku, cara bicara dan sikap kita secara positif, niscaya akan orang-orang sekitar akan merasa nyaman dan tidak memusuhi kita, begitu prinsip Maria.

Bertahun-tahun Maria selalu menjaga semuanya, demi Tuhan memberi kesempatan pada Maria untuk menjadi samana juga menjadi orang yang di cintai oleh lingkungannya. Cinta dalam hal ini bukan "LOVE" yang penuh nafsu, tapi cinta yang penuh kasih, saling menghargai, saling membantu, bisa mendengarkan orang lain juga saling peduli.

Dalam hati Maria berkata :"Jernih payah ku,selama ini belum di dengar oleh Tuhan, mungkin Tuhan mempunyai maksud lain, dengan adanya saya tetap dalam rumah tangga ini". Walaupun Maria sudah mendengar dan membaca dari beberapa buku, yang menganjurkan "yang memutuskan kehendakmu adalah dirimu sendiri". Maria tetap menanti "kesempatan" yang akan diberikan oleh NYA. Maria berpendapat bila waktunya tiba "semua akan indah jadinya".
Kapan waktu itu akan tiba ??? entahlah. Maria hanya bisa memohon semoga disegerakan datangnya waktu itu. Maria menginginkan hidup tidak sia-sia, baik untuk diri sendiri, agama juga orang yang Maria cintai.
Diposkan oleh maria_popa di 00.52 , Kamis 5 Agustus 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar